Kamis, 11 Juli 2013

Kenaikan BBM dan Panic Buying Masyarakat



Oleh : Didik Edi Nuraji, S.Sos, MM
Alumni Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara Malang

Kepanikan masyarakat menjelang kenaikan BBM pasca disetujuinya RAPBNP, ramai menghiasi ruang publik dua hari terakhir. Terlepas jadi atau tidaknya kebijakan ini, yang pasti rencana kenaikan harga BBM sudah mulai  berdampak pada perekonomian dan sosial masyarakat. Jalanan padat dengan kendaraan bermotor hingga menimbulkan kemacetan, ditambah langka-nya BBM jenis premium dan solar bukan hal aneh dua hari terakhir. Kenaikan BBM sepertinya tidak terelakkan lagi. Negatifnya, menjelang kenaikan BBM tersebut selalu terjadi kepanikan yang berlebihan di masyarakat.
Rencana kenaikan harga BBM jenis premium bersubsidi dari Rp4.500 menjadi Rp6.500 dan solar dari Rp.4.500 menjadi Rp. 5.500 mengingatkan kita pada kenaikan BBM yang terjadi pada Maret 2005 dan Mei 2008. Dampak kebijakan kenaikan BBM terasa lebih besar pada 2008 setelah dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global yang berkorelasi positif dengan kenaikan biaya produksi.

Kenaikan harga BBM sejatinya berpengaruh pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan, khususnya sub kelompok transportasi. Secara natural, rencana kenaikan harga BBM sebenarnya tidak terlalu berpengaruh besar terhadap pembentukan angka inflasi secara keseluruhan. Namun kuatnya hubungan BBM dengan komoditas lain dan ekspektasi inflasi masyarakat membuat pengaruh kenaikan BBM terhadap pembentukan angka inflasi menjadi sangat besar.
Masyarakat berasumsi adanya kenaikan harga BBM akan diikuti oleh kenaikan harga barang-barang lain. Sebagai langkah antisipasi, masyarakat melakukan belanja besar-besaran (panic buying), selagi harga belum naik. Langkah antisipasi ini sekilas memang nampak rasional. Namun jika dilihat secara lebih makro, langkah antisipasi ini justru menciptakan kenaikan permintaan yang cukup tinggi padahal sisi penawaran tidak mengalami perubahan. Akibatnya, harga naik. Padahal jika saja masyarakat tetap berlaku normal dan tidak melakukan panic buying, kenaikan harga tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi.
Pemerintah tak hanya cukup mengeluarkan himbauan pada masyarakat untuk tidak panic, namun yang terpenting harus diiringi dengan penyediaan barang kebutuhan masyarakat yang memadai. Hal ini dapat dimulai dari persediaan BBM itu sendiri. Pemerintah dapat meminta Pertamina untuk menjamin kebutuhan masyarakat menjelang dan setelah kenaikan BBM dalam keadaan cukup. Kecukupan pasokan ini penting untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas persediaan BBM. Selain BBM, pemerintah melalui dinas teknis terkait juga harus memastikan bahwa persediaan barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dalam keadaan cukup.
Namun yang terjadi pasca DPR menyetujui RAPBNP, Rabu 19/6 kemarin banyak SPBU yang sudah kehabisan stock BBM jenis premium dan solar. Di tingkat pengecer-pun sulit menemukaan BBM jenis premium.
Masyarakat ternyata tidak butuh saran untuk tidak panik menghadapi kenaikan BBM. Meski ada himbauan agar masyarakat tidak panik menghadapi kenaikan BBM, namun kepanikan tetap saja terjadi. Mungkin yang perlu disikapi sekarang adalah bagaimana pemerintah menjamin ketercukupan stok BBM tersebut, jadi kepanikan masyarakat bisa diminimalisir.
Masalah potensi terjadinya penimbunan menjelang kenaikan BBM yang biasanya dilakukan oleh spekulan, ada baiknya sepenuhnya kita serahkan kepada pihak kepolisian untuk melakukan tugasnya.
Sepeti tertulis dalam hukum ekonomi, manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari keuntungan sebesar-besarnya. Momentum kenaikan BBM bagi sebagian kalangan juga dapat dijadikan kesempatan untuk mengail keuntungan sebesar-besarnya. Menjelang kenaikan BBM, biasanya ada saja orang yang memborong BBM dan barang kebutuhan pokok dalam jumlah besar untuk disimpan sampai dengan terjadinya kenaikan harga. Sesaat, sang pelaku sepertinya memang mendapatkan keuntungan yang cukup besar. Padahal perilaku seperti ini akan mengerek harga barang secara lebih luas. Dampak kenaikan harga ini jelas merugikan masyarakat yang pada akhirnya juga berpengaruh pada pelaku penimbun itu sendiri.  
Perilaku penimbunan jelas merugikan. Oleh karena itu, perilaku ini harus diantisipasi bersama-sama. Ujung tombak upaya ini adalah penegak hukum dalam hal ini kepolisian. Polisi melakukan identifikasi lokasi dan pelaku penimbunan untuk kemudian melakukan tindakan hukum. Apabila upaya ini dapat dilakukan secara efektif, potensi penimbunan dapat direduksi sehingga dampak kenaikan harga BBM dapat relatif terkendali.
Kepanikan yang banyak menghiasi ruang publik ini akan segera berakhir bila pemerintah segera memastikan dan mengumumkan kenaikan BBM. Tak kunjung diumumkannya kenaikan harga BBM tersebut makin memperbesar potensi spekulan untuk melakukan penimbunan BBM dan yang terpenting lagi adalah segera menghentikan panic buying yang terjadi di masyarakat menjelang kenaikan BBM pasca disetujuinya RAPBNP oleh DPR RI. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar