Oleh : Didik Edi Nuraji,
S.Sos, MM
Alumni Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara Malang
Kepanikan masyarakat
menjelang kenaikan BBM pasca disetujuinya RAPBNP, ramai menghiasi ruang publik dua
hari terakhir. Terlepas jadi atau tidaknya kebijakan ini, yang pasti rencana
kenaikan harga BBM sudah mulai berdampak
pada perekonomian dan sosial masyarakat. Jalanan padat dengan kendaraan
bermotor hingga menimbulkan kemacetan, ditambah langka-nya BBM jenis premium
dan solar bukan hal aneh dua hari terakhir. Kenaikan BBM sepertinya tidak
terelakkan lagi. Negatifnya, menjelang kenaikan BBM tersebut selalu terjadi
kepanikan yang berlebihan di masyarakat.
Rencana kenaikan harga BBM
jenis premium bersubsidi dari Rp4.500 menjadi Rp6.500 dan solar dari Rp.4.500
menjadi Rp. 5.500 mengingatkan kita pada kenaikan BBM yang terjadi pada Maret
2005 dan Mei 2008. Dampak kebijakan kenaikan BBM terasa lebih besar pada 2008
setelah dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas global yang berkorelasi
positif dengan kenaikan biaya produksi.
Kenaikan harga BBM
sejatinya berpengaruh pada kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan,
khususnya sub kelompok transportasi. Secara natural, rencana kenaikan harga BBM
sebenarnya tidak terlalu berpengaruh besar terhadap pembentukan angka inflasi
secara keseluruhan. Namun kuatnya hubungan BBM dengan komoditas lain dan ekspektasi
inflasi masyarakat membuat pengaruh kenaikan BBM terhadap pembentukan angka
inflasi menjadi sangat besar.
Masyarakat berasumsi adanya
kenaikan harga BBM akan diikuti oleh kenaikan harga barang-barang lain. Sebagai
langkah antisipasi, masyarakat melakukan belanja besar-besaran (panic buying),
selagi harga belum naik. Langkah antisipasi ini sekilas memang nampak rasional.
Namun jika dilihat secara lebih makro, langkah antisipasi ini justru
menciptakan kenaikan permintaan yang cukup tinggi padahal sisi penawaran tidak
mengalami perubahan. Akibatnya, harga naik. Padahal jika saja masyarakat tetap
berlaku normal dan tidak melakukan panic buying, kenaikan harga tersebut
sebenarnya tidak perlu terjadi.
Pemerintah tak hanya cukup
mengeluarkan himbauan pada masyarakat untuk tidak panic, namun yang terpenting
harus diiringi dengan penyediaan barang kebutuhan masyarakat yang memadai. Hal
ini dapat dimulai dari persediaan BBM itu sendiri. Pemerintah dapat meminta
Pertamina untuk menjamin kebutuhan masyarakat menjelang dan setelah kenaikan
BBM dalam keadaan cukup. Kecukupan pasokan ini penting untuk menjaga tingkat
kepercayaan masyarakat terhadap stabilitas persediaan BBM. Selain BBM,
pemerintah melalui dinas teknis terkait juga harus memastikan bahwa persediaan
barang-barang kebutuhan pokok masyarakat dalam keadaan cukup.
Namun yang terjadi pasca
DPR menyetujui RAPBNP, Rabu 19/6 kemarin banyak SPBU yang sudah kehabisan stock
BBM jenis premium dan solar. Di tingkat pengecer-pun sulit menemukaan BBM jenis
premium.
Masyarakat ternyata tidak
butuh saran untuk tidak panik menghadapi kenaikan BBM. Meski ada himbauan agar
masyarakat tidak panik menghadapi kenaikan BBM, namun kepanikan tetap saja
terjadi. Mungkin yang perlu disikapi sekarang adalah bagaimana pemerintah
menjamin ketercukupan stok BBM tersebut, jadi kepanikan masyarakat bisa
diminimalisir.
Masalah potensi terjadinya
penimbunan menjelang kenaikan BBM yang biasanya dilakukan oleh spekulan, ada
baiknya sepenuhnya kita serahkan kepada pihak kepolisian untuk melakukan tugasnya.
Sepeti tertulis dalam hukum
ekonomi, manusia mempunyai kecenderungan untuk mencari keuntungan
sebesar-besarnya. Momentum kenaikan BBM bagi sebagian kalangan juga dapat
dijadikan kesempatan untuk mengail keuntungan sebesar-besarnya. Menjelang kenaikan
BBM, biasanya ada saja orang yang memborong BBM dan barang kebutuhan pokok
dalam jumlah besar untuk disimpan sampai dengan terjadinya kenaikan harga.
Sesaat, sang pelaku sepertinya memang mendapatkan keuntungan yang cukup besar.
Padahal perilaku seperti ini akan mengerek harga barang secara lebih luas.
Dampak kenaikan harga ini jelas merugikan masyarakat yang pada akhirnya juga
berpengaruh pada pelaku penimbun itu sendiri.
Perilaku penimbunan jelas
merugikan. Oleh karena itu, perilaku ini harus diantisipasi bersama-sama. Ujung
tombak upaya ini adalah penegak hukum dalam hal ini kepolisian. Polisi
melakukan identifikasi lokasi dan pelaku penimbunan untuk kemudian melakukan
tindakan hukum. Apabila upaya ini dapat dilakukan secara efektif, potensi penimbunan
dapat direduksi sehingga dampak kenaikan harga BBM dapat relatif terkendali.
Kepanikan yang banyak
menghiasi ruang publik ini akan segera berakhir bila pemerintah segera
memastikan dan mengumumkan kenaikan BBM. Tak kunjung diumumkannya kenaikan
harga BBM tersebut makin memperbesar potensi spekulan untuk melakukan
penimbunan BBM dan yang terpenting lagi adalah segera menghentikan panic buying
yang terjadi di masyarakat menjelang kenaikan BBM pasca disetujuinya RAPBNP
oleh DPR RI. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar