Kamis, 11 Juli 2013

Dibawah Bayang-bayang Kritik & Interupsi



Oleh : DIDIK EDI NURAJI, S.Sos, MM
Alumni Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara Malang

Setelah sempat tertunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas), DPR hari ini kembali berencana mengetuk palu, namun tetap saja  diyakini bakal muncul kritik dan hujan interupsi meski  menyatakan bahwa beberapa pasal krusial sudah dilakukan perubahan.
Seperti kita ketahui bersama, RUU Ormas pekan lalu kembali tertunda pengesahannya hingga 2 Juli 2013 (hari ini), itu setelah dalam rapat paripurna Selasa 25/6 lalu DPR akhirnya menunda pengesahan RUU Ormas setelah melalui hujan interupsi dan lobi pimpinan. Padahal, 8 fraksi telah sepakat untuk mengesahkan RUU Ormas tersebut.

Dalam masa penundaan selama tujuh hari tersebut para wakil rakyat di senayan kembali menggelar rapat pada 27 Juni dengan menghasilkan tujuh perubahan terbaru sebagai respon dari dinamika dan usul yang muncul, baik di forum paripurna, lobi fraksi-fraksi dan pertemuan dengan ormas-ormas besar beberapa waktu lalu.
Perubahan terbaru pasal RUU Ormas Hasil Rapat tanggal 27 Juni 2013 diantaranya, Pasal 7 (ditegaskan) pembidangan ormas tidak diatur spesifik, diserahkan ke AD/ART masing-masing sesuai dengan tujuan dan peran. Pasal 17 ayat 3 (ditegaskan) pemerintah harus menerbitkan SKT (surat keterangan terdaftar) dalam jangka 7 hari sejak persyaratan administratif ormas lengkap. Pasal 22 (ditegaskan) ruang lingkup ormas (nasional, provinsi atau kabupaten/kota) bukanlah kewajiban, tapi hanya opsi untuk kebutuhan pemberdayaan ormas. Pasal 27 (ditegaskan) ormas apapun level/ruang lingkupnya bisa dan boleh beraktivitas dimana saja. Psal 31 ayat 2 (ditegaskan) isi AD/ART hanya menyebutkan paling sedikit memuat nama dan lambang, kedudukan, azas, tujuan, kepengurusan, hak dan kewajiban anggota, pengelolaan keuangan, mekanisme penyelesaian sengketa dan pengawasan internal. Pasal 52 (ditegaskan) dalam hal pemberian sanksi, ditegaskan konteknya pembinaan, sehingga semua (tingkatan) sanksi harus melalui SP sampai tiga kali. Pasal 59 ayat 5 (dihapus) larangan melakukan kegiatan yang menjadi kewenangan aparat penegak hukum.
Hari ini, ratusan juta rakyat Indonesia kembali menunggu keputusan apalagi yang akan dikeluarkan oleh DPR, akankan DPR benar-benar mengesahkan RUU Ormas tersebut, atau akan kembali menunda pengesahannya.
Sesuatu yang berlebihan tidaklah bagus, begitu juga dengan  kebebasan, kebebasan harus dibatasi untuk menjamin kebebasan orang lain. Kalau semua sebebas-bebasnya akan menganggu orang lain. Adanya UU yang mengatur tentang Ormas sudah sangat kita butuhkan. Pengaturan ormas diperlukan agar tidak terjadi tirani atas nama kebebasan berorganisasi atau berkelompok dalam masyarakat. Termasuk, menjaga agar tidak terjadinya monopoli kebenaran oleh ormas tertentu di ruang publik. Prinsip keseimbangan penting diatur dalam rangka meningkatkan kualitas demokrasi.
Jika ada yang mengatakan bahwa RUU Ormas tersebut akan membungkam kebebasan berdemokrasi, kita anggap itu sebagai alasan yang mengada-ada. Karena pasca reformasi, kebebasan berdemokrasi kita sudah sangat bagus. Namun demokrasi tersebut kebablasan dan tanpa the rule of the game.
Kita tentu setuju bahwa kebutuhan atas RUU Ormas ini sudah mendesak. Pasalnya, Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan Perkumpulan Berbadan Hukum, dan UU Nomor 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi masyarakat saat ini. Oleh karena itu diperlukan undang-undang baru yang tujuannya untuk menguatkan nasionalisme dan kecintaan kepada negara.
Oleh karena itu, kita setuju bahwa kebutuhan atas RUU Ormas ini sudah mendesak. Pasalnya, Staatsblad 1870 Nomor 64 tentang Perkumpulan Perkumpulan Berbadan Hukum, dan UU Nomor 8/1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan dianggap sudah tidak relevan lagi dengan kondisi masyarakat saat ini. Oleh karena itu diperlukan undang-undang baru yang tujuannya untuk menguatkan nasionalisme dan kecintaan kepada negara.
Mencermati perkembangan yang terjadi menyangkut penolakan RUU Ormas belakangan ini, sangat disesalkan bahwa telah terjadi penyesatan informasi (misleading information) dengan mencoba menyentuh berbagai isu-isu yang lebih cenderung bersifat hasutan ketimbang saran-saran yang bersifat solutif, guna menggiring opini publik. Opini publik yang dimaksud disini adalah bahwa keberlakuan RUU Ormas seolah-olah dimaksudkan untuk memberangus kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat dalam iklim demokrasi di Indonesia pasca reformasi. Hal ini sangatlah tidak berdasar mengingat revisi RUU Ormas ini justru dimaksudkan untuk semakin memperkokoh iklim demokrasi dengan adanya transparansi, khususnya menyangkut aliran dana terutama dana asing. Sudah barang tentu, adanya aliran dana asing akan dibarengi dengan tuntutan agenda asing yang ingin dicapai dimana LSM asing tersebut beroperasi. Tentunya tidaklah dapat ditolerir apabila kegiatan-kegiatan LSM asing bertujuan untuk memberikan gangguan terhadap stabilitas nasional, menyebarkan hasutan kepada masyarakat, serta kebencian terhadap pemerintah.
Pada konteks ini, perlu terdapat upaya filterisasi yang sangat ketat guna menghadapi LSM-LSM asing yang selama ini berlindung di balik kedok agenda pengawasan hak asasi manusia, lingkungan hidup, serta nilai-nilai (values) lain yang pada dasarnya sangat mulia namun telah dibajak oleh LSM-LSM asing guna melanggengkan agenda-agenda asing pula.
Semestinya masyarakat tidak mudah terhasut oleh penggiringan opini publik yang selama ini selalu menggaungkan berbagai hasutan di media, serta perlu melihat rencana pemberlakuan RUU Ormas secara lebih jernih. Penting untuk ditekankan bahwa keberadaan RUU ini nantinya diharapkan akan dapat secara lebih ketat mengatur keberadaan LSM asing, bukan untuk melarang secara mutlak. Justru pada tataran inilah nilai-nilai transparansi dapat lebih diimplementasikan guna lebih memperkuat iklim demokrasi. Keharusan untuk transparansi melalui kewajiban audit keuangan dan perijinan yang lebih ketat inilah yang justru harus diterapkan oleh LSM-LSM asing yang selama ini justru mengagung-agungkan nilai demokrasi.
Rancangan Undang-Undang Organisasi Masyarakat (RUU Ormas) saat ini  sudah lebih baik dibanding RUU Ormas sebelumnya. Substansi RUU Ormas dianggap sudah mengakomodasi semua pihak, meski tidak seluruh pandangan mereka dimasukkan dalam RUU.
RUU Ormas sudah enam kali masa sidang dibahas, sudah dialog berapa kali, diundang berbagai pihak. Artinya sudah sangat akomodatif, kita menyerap suara masyarakat. Tapi memang tidak mungkin semua terserap. RUU Ormas sudah menghormati HAM. Menurut dia, RUU Ormas diperlukan untuk mengatur bagi 96.000 ormas yang ada di Indonesia.
Saat ini publik khawatir, kebebasan berkumpul dan berserikat diatur-atur, kebebasan berpendapat dapat mundur ke masa lalu. Padahal, selama ini kebebasan itu banyak memberi kekuatan rakyat untuk berdaulat. Padahal kalau kita cermati, RUU Ormas diperlukan sebagai regulasi untuk menjaga pertumbuhan ormas yang sehat sekaligus menjaga kesinambungan hidup ormas. Selain itu, RUU ini bukan untuk memberangus, tapi menjadi regulasi yang mendorong pemberdayaan ormas.
RUU Ormas ini tidak akan mematikan pilar demokrasi, RUU Ormas ini tidaklah perlu disikapi dengan ketakutan yang berlebihan selayaknya LSM-LSM asing yang terancam akan ditertibkan. Oleh karena itu masyarakat diharapkan tidak terpancing oleh isu-isu yang dihembuskan oleh LSM-LSM asing yang berusaha membenturkan urgensi keberlakuan RUU Ormas dengan isu HAM, perburuhan, lingkungan hidup, hingga sampai pada penggiringan ke persoalan politik. Alangkah lebih baik apabila semua pihak melihatnya sebagai sebuah kesatuan yang utuh dan komprehensif bagi kelangsungan negara di masa depan, terutama untuk meminimalisasi ancaman dari luar (foreign threat), termasuk keberadaan LSM-LSM asing di Indonesia. Dengan demikian, keberlakuan RUU Ormas ini dapat dipandang sebagai langkah signifikan bagi strategi kontra-spionase di Indonesia, jika diberlakukan secara efektif, semoga…! (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar