Kamis, 11 Juli 2013

Fenomena Syahwat Artis di Politik Praktis


Didik Edi Nuraji, S.Sos, MM
Alumni Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara Malang

Genderang pesta demokrasi belum terdengar namun suasana menghangat mulai menyeruak.  Banyak tema politik diperbincangkan disemua media, diantaranya tentang banyaknya artis yang ikut mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat pada Pilleg 2014 mendatang. Fenomena apakah ini...?
Turunnya kepercayaan publik terhadap DPR, terkait dengan banyaknya kasus korupsi dengan berita korupsi terus silir berganti, mulai dari kasus terbaru soal Hambalang, sampai kasus yang “dilupakan” soal Bank Century, ternyata tidak menciutkan syahwat dan animo artis untuk ikut bermain telenovela di gedung dewan.

Keterlibatan para artis kedalam panggung politik, tidak terlepas dari kepentingan partai politik. Partai politik memanfaatkan para artis untuk bertarung di kancah pemilu karena para artis mempunyai modal utama dalam mengambil suara rakyat dengan popularitas mereka. Karena artis-artis yang akan bertarung di kancah pemilu tidak terlalu sulit untuk berkampanye mengenalkan atau mempromosikan dirinya, karena mereka sudah mempunyai ketenaran karena sering tampil di media-media. Ini merupakan sebuah modal yang sangat besar dalam memperoleh simpati rakyat.
Banyaknya partai politik yang mengusung artis sebagai kader tentu saja memiliki pertimbangan khusus. Figur artis memiliki magnet kuat untuk menarik perhatian masyarakat, terlebih popularitas yang mereka punyai berpeluang besar menguatkan nama parpol dimata publik. Maraknya artis terjun dalam dunia panggung politik sebetulnya bukan fenomena baru. Pada pemilu-pemilu sebelumnya, banyak kalangan artis yang ikut berkecipung didunia politik. Dan fenomena tersebut kian berlanjut hingga pemilu tahun 2014 mendatang. Setidaknya sampai hari ini beberapa parpol sudah mencantumkan nama artis-artis sebagai bakal calon anggota dewan Senayan.
Sekilas jika kita mengintip life style dunia seleb, tak sedikit lapisan masyarakat berasumsi bahwa, dunia selebritis identik dengan gaya hidup glamor, serba mewah, flamboyan, bahkan tak sedikit pula yang terindikasi menggunakan obat-obatan terlarang. Namun entah mengapa meski kaum seleb sudah nyata identik dengan dunia glamor, tetap saja popularitas mereka melambung tinggi, menuai pujian dan perhatian publik.
Proses rekrutmen politik parpol tidak lagi memperhatikan kapasitas dan kapabilitas seorang kader. Melainkan lebih cenderung fokus pada popularitas dan elektabilitas. Hal demikian memang sah-sah saja. Mengingat parpol mempunyai kepentingan bagaimana meraup dukungan publik sebanyak mungkin. Meski pada nyatanya kader yang ia usung minim pengalaman. Akibatnya, tak jarang kinerja artis digedung parlemen jalan ditempat. Lantaran dirinya tidak tahu dan belum tahu betul tentang apa dan bagaimana tugas dirinya. Celakanya lagi, ada pula yang jadi bulan-bulanan media. Karena terjerat kasus penyelewengan kekayaan milik negara.
Tetapi kita juga tidak bisa memungkiri masih banyak para politisi dari kalangan artis yang berkompeten dan mempunyai integritas dalam menjalankan amanah dari rakyat. Tetapi pada umumnya partai politik kebanyakan hanya “memanfaatkan kepopularitasan” para artis untuk kepentingan partai politiknya demi mendapatkan tempat dan kekuasaan belaka, tanpa mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki oleh seorang artis untuk menjadi wakil rakyat atau seorang pemimpin. Seharusnya yang diutamakan adalah visi-misi dan integritasnya bukan hanya mengandalkan kepopularitasannya saja, masyarakat jangan tertipu dengan penampilan luarnya saja tetapi juga harus melihat kemampuan yang dipunyai oleh seorang pemimpin. Ketenaran atau kepopularitasan penting untuk mempertimbangkan seseorang untuk maju mencalonkan diri menjadi wakil rakyat, karena kepopularitasan merupakan modal awal yang harus diperlukan oleh para poilitisi dalam memenangkan pemilu, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan dan integritas yang kuat dan benar-benar ingin memperjuangkan hak rakyat, tanpa hanya mementingkan kepentingan-kepentingan partai politiknya saja.
Menggunakan sosok populer merupakan jalan instan untuk mendongkrak dukungan dan perolehan suara dalam pemilu yang banyak ditempuh oleh partai-partai memang sah, karena undang-undang mengatur warganya untuk memiliki kesamaan hak memilih dan dipilih dalam panggung politik. Namun, dalam hal ini dari sisi kualitas masyarakat dalam memilih wakil mereka benar-benar diuji. Sosok yang memiliki popularitas di luar politik memang sangat dekat dan lebih dikenal oleh masyarakat, misalnya artis. Lalu apakah masyarakat akan mememilih wakil-wakilnya atas dasar popularitas atau kapasitas dan kapabilitasnya sebagai seorang pemimpin. Ketenaran menjadi modal bagi seseorang untuk terjun ke dalam bidang politik.
Disini Artis-artis bukan berarti dilarang memasuki ranah politik. Hanya saja parpol dan rakyat harusnya menilai lebih dalam lagi motif dan track record mereka. Artis-artis ini mengaku ingin mengabdikan dirinya untuk masyarakat, untuk Indonesia. Mereka mengklaim dirinya dekat dengan rakyat dan mampu menjadi wakil rakyat. Namun kedekatan artis di mata publik bukan berarti artis lebih dekat dengan rakyat dan mampu menjadi wakil rakyat. Kita tidak bisa mengatakan artis dekat dengan rakyat hanya karena mereka sering bersalaman dengan rakyat dari atas panggung. Kesibukan para artis pun harus dipertimbangkan. Apakah sang artis mampu membagi waktunya untuk bekerja di dunia hiburan dan/atau di dunia politik.
Itikad baik untuk menjadi wakil rakyat saja tidak cukup. Siapa pun harus punya modal politik saat ingin terjun dalam dunia politik. Percuma jika tokoh politik hanya mengandalkan tampang selama kampanye tapi melempem kinerjanya
Di negara kita banyak orang yang memiliki tingkat popularitas tinggi di luar dunia politik masuk ke dalam panggung pertarungan politik. Sudah banyak anggota DPR yang berasal dari dunia keartisan maupun bidang lain yang sebelumnya sudah memiliki nama besar di luar politik. Mereka dituntut untuk turut serta memikirkan jutaan nasib rakyat Indonesia dan mencarikan solusinya yang tepat. Lalu, setelah sekian lama mereka ada di panggung politik, seberapa jauh konstribusi yang mereka berikan kepada rakyat?
Menanggapi dari fenomena orang yang memasuki panggung politik, entah berlatar belakang apapun, kita harus wajib melihat dari sisi kapasitas sebagai yang utama. Kapasitas si “dia” sebagai wakil rakyat. Kapasitas “dia” yang kita nilai seberapa mampu mewakili kepentingan kita, memimpin sesuai amanah kita, dan bekerja melayani kepentingan kita (rakyat). Dari sisi ini yang harus kita tekankan untuk memilih siapa yang kita pilih. Seberapa jauh “karier” dia dipanggung politik? Kita harus tahu betul sebelum menentukan pilihan.
Demokrasi memang memberikan kesempatan kepada kita sebebas-bebasnya untuk memilih mereka-mereka yang mencalonkan diri sebagai wakil wakil rakyat. Jika kita salah memilih (memang baru terbukti di kemudian hari, namun setidaknya kita dapat menilai “perjalanan karier”nya di panggung politik), maka akan menjadi boomerang bagi kita (rakyat). Banyak kepentingan kita yang akan menjadi aspirasi yang numpang lewat. Ujung-ujungnya banyak rakyat yang dikorbankan. Kita harus cerdas memilih mana yang patut kita berikan kepercayaan untuk membalas kepercayaan yang kita berikan. Sehingga kita tidak kecewa di kemudian harinya.
Semoga masyarakat Indonesia sudah cerdas dan pintar dalam memilih atau menentukan calon pemimpin yang dipilihnya, lebih selektif dan lebih kritis lagi dalam menentukan pilihannya dalam sebuah pemilu. Masyarakat jangan mudah tertipu oleh ketenaran atau kepopularitasan seseorang, karena itu belum tentu menentukan kemampuan seseorang dalam berpolitik apalagi seseorang tersebut tidak mempunyai basic atau dasar pengalaman di dunia politik. Tetapi kita juga harus melihat apa yang ada didalamnya yaitu visi-misi yang jelas, integritas yang kuat, amanah, dan akhlak yang baik. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar