Didik Edi Nuraji, S.Sos, MM
Alumni
Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara Malang
Genderang pesta demokrasi belum terdengar namun suasana
menghangat mulai menyeruak. Banyak tema
politik diperbincangkan disemua media, diantaranya tentang banyaknya artis yang
ikut mencalonkan diri sebagai calon wakil rakyat pada Pilleg 2014 mendatang.
Fenomena apakah ini...?
Turunnya kepercayaan publik terhadap DPR, terkait dengan
banyaknya kasus korupsi dengan berita korupsi terus silir berganti, mulai dari
kasus terbaru soal Hambalang, sampai kasus yang “dilupakan” soal Bank Century,
ternyata tidak menciutkan syahwat dan
animo artis untuk ikut bermain telenovela di gedung dewan.
Keterlibatan para
artis kedalam panggung politik, tidak terlepas dari kepentingan partai politik.
Partai politik memanfaatkan para artis untuk bertarung di kancah pemilu karena
para artis mempunyai modal utama dalam mengambil suara rakyat dengan
popularitas mereka. Karena artis-artis yang akan bertarung di kancah pemilu
tidak terlalu sulit untuk berkampanye mengenalkan atau mempromosikan dirinya,
karena mereka sudah mempunyai ketenaran karena sering tampil di media-media.
Ini merupakan sebuah modal yang sangat besar dalam memperoleh simpati rakyat.
Banyaknya partai politik yang mengusung artis sebagai
kader tentu saja memiliki pertimbangan khusus. Figur artis memiliki magnet kuat
untuk menarik perhatian masyarakat, terlebih popularitas yang mereka punyai
berpeluang besar menguatkan nama parpol dimata publik. Maraknya artis terjun
dalam dunia panggung politik sebetulnya bukan fenomena baru. Pada pemilu-pemilu
sebelumnya, banyak kalangan artis yang ikut berkecipung didunia politik. Dan
fenomena tersebut kian berlanjut hingga pemilu tahun 2014 mendatang. Setidaknya
sampai hari ini beberapa parpol sudah mencantumkan nama artis-artis sebagai
bakal calon anggota dewan Senayan.
Sekilas jika kita mengintip life style dunia seleb, tak
sedikit lapisan masyarakat berasumsi bahwa, dunia selebritis identik dengan gaya
hidup glamor, serba mewah, flamboyan, bahkan tak sedikit pula yang terindikasi
menggunakan obat-obatan terlarang. Namun entah mengapa meski kaum seleb sudah
nyata identik dengan dunia glamor, tetap saja popularitas mereka melambung
tinggi, menuai pujian dan perhatian publik.
Proses rekrutmen politik parpol tidak lagi memperhatikan
kapasitas dan kapabilitas seorang kader. Melainkan lebih cenderung fokus pada
popularitas dan elektabilitas. Hal demikian memang sah-sah saja. Mengingat
parpol mempunyai kepentingan bagaimana meraup dukungan publik sebanyak mungkin.
Meski pada nyatanya kader yang ia usung minim pengalaman. Akibatnya, tak jarang
kinerja artis digedung parlemen jalan ditempat. Lantaran dirinya tidak tahu dan
belum tahu betul tentang apa dan bagaimana tugas dirinya. Celakanya lagi, ada
pula yang jadi bulan-bulanan media. Karena terjerat kasus penyelewengan
kekayaan milik negara.
Tetapi kita juga
tidak bisa memungkiri masih banyak para politisi dari kalangan artis yang
berkompeten dan mempunyai integritas dalam menjalankan amanah dari rakyat.
Tetapi pada umumnya partai politik kebanyakan hanya “memanfaatkan
kepopularitasan” para artis untuk kepentingan partai politiknya demi
mendapatkan tempat dan kekuasaan belaka, tanpa mempertimbangkan kompetensi yang
dimiliki oleh seorang artis untuk menjadi wakil rakyat atau seorang pemimpin.
Seharusnya yang diutamakan adalah visi-misi dan integritasnya bukan hanya
mengandalkan kepopularitasannya saja, masyarakat jangan tertipu dengan
penampilan luarnya saja tetapi juga harus melihat kemampuan yang dipunyai oleh
seorang pemimpin. Ketenaran atau kepopularitasan penting untuk mempertimbangkan
seseorang untuk maju mencalonkan diri menjadi wakil rakyat, karena
kepopularitasan merupakan modal awal yang harus diperlukan oleh para poilitisi
dalam memenangkan pemilu, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan dan
integritas yang kuat dan benar-benar ingin memperjuangkan hak rakyat, tanpa
hanya mementingkan kepentingan-kepentingan partai politiknya saja.
Menggunakan sosok populer merupakan jalan instan untuk
mendongkrak dukungan dan perolehan suara dalam pemilu yang banyak ditempuh oleh
partai-partai memang sah, karena undang-undang mengatur warganya untuk memiliki
kesamaan hak memilih dan dipilih dalam panggung politik. Namun, dalam hal ini
dari sisi kualitas masyarakat dalam memilih wakil mereka benar-benar diuji.
Sosok yang memiliki popularitas di luar politik memang sangat dekat dan lebih
dikenal oleh masyarakat, misalnya artis. Lalu apakah masyarakat akan mememilih
wakil-wakilnya atas dasar popularitas atau kapasitas dan kapabilitasnya sebagai
seorang pemimpin. Ketenaran menjadi modal bagi seseorang untuk terjun ke dalam
bidang politik.
Disini Artis-artis bukan berarti dilarang memasuki ranah
politik. Hanya saja parpol dan rakyat harusnya menilai lebih dalam lagi motif
dan track record mereka. Artis-artis ini mengaku ingin mengabdikan
dirinya untuk masyarakat, untuk Indonesia. Mereka mengklaim dirinya dekat
dengan rakyat dan mampu menjadi wakil rakyat. Namun kedekatan artis di mata
publik bukan berarti artis lebih dekat dengan rakyat dan mampu menjadi wakil
rakyat. Kita tidak bisa mengatakan artis dekat dengan rakyat hanya karena
mereka sering bersalaman dengan rakyat dari atas panggung. Kesibukan para artis
pun harus dipertimbangkan. Apakah sang artis mampu membagi waktunya untuk
bekerja di dunia hiburan dan/atau di dunia politik.
Itikad baik untuk menjadi wakil rakyat saja tidak cukup.
Siapa pun harus punya modal politik saat ingin terjun dalam dunia politik.
Percuma jika tokoh politik hanya mengandalkan tampang selama kampanye tapi melempem
kinerjanya
Di negara kita banyak orang yang memiliki tingkat
popularitas tinggi di luar dunia politik masuk ke dalam panggung pertarungan
politik. Sudah banyak anggota DPR yang berasal dari dunia keartisan maupun
bidang lain yang sebelumnya sudah memiliki nama besar di luar politik. Mereka
dituntut untuk turut serta memikirkan jutaan nasib rakyat Indonesia dan
mencarikan solusinya yang tepat. Lalu, setelah sekian lama mereka ada di
panggung politik, seberapa jauh konstribusi yang mereka berikan kepada rakyat?
Menanggapi dari fenomena orang yang memasuki panggung
politik, entah berlatar belakang apapun, kita harus wajib melihat dari sisi
kapasitas sebagai yang utama. Kapasitas si “dia” sebagai wakil rakyat.
Kapasitas “dia” yang kita nilai seberapa mampu mewakili kepentingan kita,
memimpin sesuai amanah kita, dan bekerja melayani kepentingan kita (rakyat).
Dari sisi ini yang harus kita tekankan untuk memilih siapa yang kita pilih.
Seberapa jauh “karier” dia dipanggung politik? Kita harus tahu betul sebelum
menentukan pilihan.
Demokrasi memang memberikan kesempatan kepada kita
sebebas-bebasnya untuk memilih mereka-mereka yang mencalonkan diri sebagai
wakil wakil rakyat. Jika kita salah memilih (memang baru terbukti di kemudian
hari, namun setidaknya kita dapat menilai “perjalanan karier”nya di panggung
politik), maka akan menjadi boomerang bagi kita (rakyat). Banyak kepentingan
kita yang akan menjadi aspirasi yang numpang lewat. Ujung-ujungnya banyak rakyat
yang dikorbankan. Kita harus cerdas memilih mana yang patut kita berikan
kepercayaan untuk membalas kepercayaan yang kita berikan. Sehingga kita tidak
kecewa di kemudian harinya.
Semoga masyarakat
Indonesia sudah cerdas dan pintar dalam memilih atau menentukan calon pemimpin
yang dipilihnya, lebih selektif dan lebih kritis lagi dalam menentukan
pilihannya dalam sebuah pemilu. Masyarakat jangan mudah tertipu oleh ketenaran
atau kepopularitasan seseorang, karena itu belum tentu menentukan kemampuan seseorang
dalam berpolitik apalagi seseorang tersebut tidak mempunyai basic atau dasar
pengalaman di dunia politik. Tetapi kita juga harus melihat apa yang ada
didalamnya yaitu visi-misi yang jelas, integritas yang kuat, amanah, dan akhlak
yang baik. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar