DIDIK
EDI NURAJI, S.Sos, MM.
Alumni Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara
Malang
Masa
Muda adalah masa kekuatan prima seorang manusia. Kekuatan dan semangat yang
terus menggelora dari seorang pemuda.
Tidaklah mengherankan jika pemuda dan mahasiswa sering kali menjadi tumpuan
dalam setiap perubahan bagi suatu negara. Yang banyak terjadi, akhir-akhir ini
yang terjadi semangat nasionalisme pada pemuda makin memprihatinkan, padahal
semangat nasionalisme pemuda menjadi fundamental pembangunan nasional masa
depan.
Besarnya
semangat dan kekuatan yang dimiliki oleh pemuda sampai menggerakan hati Bung
Karno dalam salah satu kalimatnya, "Beri
aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia", kata-kata
Soekarno ini membuktikan bahwa pemuda dengan nasionalismenya merupakan kekuatan
maha dahsyat yang mampu melawan tirani dan dapat meruntuhkan suatu rezim
tertentu. Memang tidak dapat dipungkiri lagi, nasionalisme para pemuda telah mampu
menorehkan tinta emas dalam sejarahnya, khususnya dalam menggiring reformasi
bangsa ini.
Sumpah
Pemuda yang dideklarasikan 28 Oktober 1928, merupakan sejarah sekaligus sebagai
bukti akan tingginya nasionalisme pemuda. Rasa nasionalisme yang dilahirkan
dalam sumpah tersebut merupakan sejarah yang menunjukkan begitu dominannya
peran pemuda, terutama dalam usaha menghapus kolonialisme. Mulai era
Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda 1928, hingga Kemerdekaan
Republik Indonesia 1945, pemuda selalu menduduki peranan penting. Bahkan, pasca
kemerdekaan, pemuda Indonesia masih menjadi elemen penting sebagai pendorong
reformasi di negeri ini.
Peristiwa
reformasi bangsa Indonesia pada tahun 1998 juga tidak dapat dilepaskan dari
peran nasionalisme para pemuda, baik dari kalangan mahasiswa, aktivis, maupun
simpatisan-simpatisannya. Nasionalisme inilah yang meruntuhkan rezim Orde Baru
yang telah lama berkuasa di Indonesia. Inilah sedikit bukti akan peran
nasionalisme pemuda dalam sejarah bangsa Indonesia.
Akan
tetapi dewasa ini, peran nasionalisme pemuda sebagai agent of change seolah mulai pudar dan luntur. Jangankan menjadi
pendorong reformasi di negara ini, mencari para pemuda yang mengerti akan
butir-butir sila dari Pancasila begitu sulit, sebuah survei yang dilakukan oleh
salah satu media terhadap pemuda yang mengerti butir-butir Pancasila, hanya
menemukan 3 dari sepuluh pemuda. Ini sungguh sebuah kenyataan yang mengiris
hati kita. Malah terkadang eksistensi pemuda selalu memperburuk keadaan
Indonesia. Survei itu juga menyebutkan, tawuran maupun kekisruhan yang terjadi
di Indonesia saat ini, 75% didalangi oleh pemuda-pemuda bangsa.
Ironisnya
lagi, saat ini tingkat perhatian para pemuda terhadap bangsa sangatlah rendah,
mereka sangat oportunis terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut bangsa
Indonesia, dengan lebih mementingkan suku, ras maupun kelompok tertentu. Inilah
beberapa bukti bahwa nasionalisme yang dahulu begitu tinggi, sekarang ini kian
memudar dari benak para generasi bangsa. Bila demikian, apalagi yang kita
harapkan dari generasi yang digadang-gadang dapat memajukan bangsa ini?
Salah
satu faktor kian pudarnya nasionalisme pemuda Indonesia diduga akibat pengaruh
globalisasi terhadap masyarakat Indonesia. Contoh simpelnya, ketika masyarakat
lebih memilih menggunakan produk luar negeri ketimbang produk negeri sendiri
meskipun harga belinya jauh lebih mahal. Faktor globalisasi ini semakin ekstrem
dengan adanya kebijakan pasar ekonomi pemerintah yang tampaknya
berkecenderungan terpengaruh ke neoliberalisme. Hal ini mengancam rasa
nasionalisme pemuda bangsa. Hal ini pula yang membuat pemuda kehilangan jati
dirinya. Mereka seakan lupa akan identitas dirinya sebagai warga negara
Indonesia, karena gaya hidup yang cenderung mengikuti gaya hidup ala Barat yang
dianggap sedang menjadi trend.
Bukan
hanya itu, dengan adanya paham globalisasi ekonomi, hal ini menciptakan adanya
kesenjangan antara yang kaya dan miskin. Akibat adanya persaingan bebas dalam
sistem ekonomi, hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya
dan miskin yang dapat mengganggu stabilitas kemakmuran bangsa Indonesia. Hal
tersebut memang tidak secara langsung menghilangkan nasionalisme pemuda, akan
tetapi globalisasi ini, disadari atau tidak, dapat mengikis sedikit demi
sedikit rasa nasionalisme pemuda Indonesia.
Akan
tetapi, rasa-rasanya hal ini tidak dapat dijadikan acuan akan eksisnya
nasionalisme dalam jiwa pemuda bangsa, mengingat sepak bola bukan merupakan
satu-satunya tolak ukur bangsa ini. Masalahnya, di luar sepak bola, mereka toh
sangat oportunis terhadap permasalahan bangsa. Apalagi, di antara mereka justru
bangga menggunakan produk-produk buatan luar negeri.
Oleh
karena itu, salah satu solusi untuk meningkatkan nasionalisme para pemuda
adalah dengan membangunkan kembali 'ide-ide' nasionalisme baru secara
manifestasi melalui berbagai teori dan praktik sehingga mampu menghasilkan
sebuah paradigma yang lambat laun menjadi kenyataan yang universal. Dalam
membangun ide nasionalisme secara utuh sangat diperlukan adanya pemahaman dan
organisasi berbasis gerakan untuk berinteraksi secara sosial dengan masyarakat.
Dengan demikian, pada akhirnya akan terjadi interaksi kuat antara organisasi
dan massa dalam satu ide, yaitu nasionalisme.
Tentu,
segala upaya ini tidak akan ada artinya bila tidak didukung oleh peran
pemerintah. Oleh karena itu, interaksi secara kontinyu antara pemerintah dan
masyarakat sangat dibutuhkan. Misalnya, interaksi berupa komunikasi dan
diskusi-diskusi intensif dalam memandang pengaruh globalisasi di bidang politik,
ekonomi, ideologi, maupun sosial budaya bangsa ini.
Barangkali
melalui solusi di atas, diharapkan mampu mengembalikan jiwa nasionalisme pemuda
Indonesia yang mulai pudar. Yang kiya harapkan tentunya, para pemuda tetap
mengenal identitas dirinya sebagai warga negara Indonesia sejati.
28
Oktober ini adalah hari peringatan Sumpah Pemuda. Di mana dalam puluhan tahun yang lalu para
pemuda Indonesia mengikrarkan sumpahnya yang sebagaimana telah kita ketahui
bersama. Akan tetapi, berbicara sumpah pemuda hari ini, seakan hanya terjebak
pada ritual-seremonial. Sumpah pemuda seakan hanya dikenang sebagai menjadi
nyanyian belaka yang mana kandungan maknanya tak dipahami lagi sebagaimana
mestinya.
Ironisnya,
hal itu tidak hanya berlaku bagi mereka yang berpendidikan rendah, namun juga
mereka yang duduk dalam bangku perguruan tinggi. Pemuda yang selama ini di
elu-elukan sebagai generasi penerus bangsa, kini keberadaannya mulai di
pertanyakan. Hal itu di karenakan memudarnya jiwa nasionalisme dalam diri
pemuda saat ini.
Dengan
segala realita pemuda saat ini, kita berharap agar kedepan pemuda bisa menjadi
penerus generasi bangsa, dengan menunjukkan akhlak baik dan prestasi-prestasi
pengisi kekosongan bangsa ini. Pemuda yang saya maksud saya rasa masih ada
bahkan bisa bertambah banyak jika akhlak baik tersebut bisa menjadi pencerah
dan menjadi ajakan secara sugesti ke dalam hati para pemuda. Jangan mulai dari
orang lain namun mulailah dari diri kita sendiri yang berjiwa pemuda dan
memiliki niat kuat untuk memajukan bangsa sebagai generasi penerus dengan
akhlak baik dan prestasi yang cemerlang. Teruslah belajar dan berusaha para
pemuda di bangsa ini, baik yang sekolah , kuliah maupun tidak, jangan malu dan
marilah bersama-sama kita membangun bangsa indonesia. Tunjukkan akhlak kita
sebagai pemuda bisa memajukan bangsa karena pada hakekatnya pemuda ialah
harapan bangsa. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar