Minggu, 27 Oktober 2013

Memudarnya Warna Nasionalisme Pemuda



DIDIK EDI NURAJI, S.Sos, MM.
Alumni Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara Malang


Masa Muda adalah masa kekuatan prima seorang manusia. Kekuatan dan semangat yang terus  menggelora dari seorang pemuda. Tidaklah mengherankan jika pemuda dan mahasiswa sering kali menjadi tumpuan dalam setiap perubahan bagi suatu negara. Yang banyak terjadi, akhir-akhir ini yang terjadi semangat nasionalisme pada pemuda makin memprihatinkan, padahal semangat nasionalisme pemuda menjadi fundamental pembangunan nasional masa depan.
Besarnya semangat dan kekuatan yang dimiliki oleh pemuda sampai menggerakan hati Bung Karno dalam salah satu kalimatnya, "Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia",   kata-kata Soekarno ini membuktikan bahwa pemuda dengan nasionalismenya merupakan kekuatan maha dahsyat yang mampu melawan tirani dan dapat meruntuhkan suatu rezim tertentu. Memang tidak dapat dipungkiri lagi, nasionalisme para pemuda telah mampu menorehkan tinta emas dalam sejarahnya, khususnya dalam menggiring reformasi bangsa ini.

Sumpah Pemuda yang dideklarasikan 28 Oktober 1928, merupakan sejarah sekaligus sebagai bukti akan tingginya nasionalisme pemuda. Rasa nasionalisme yang dilahirkan dalam sumpah tersebut merupakan sejarah yang menunjukkan begitu dominannya peran pemuda, terutama dalam usaha menghapus kolonialisme. Mulai era Kebangkitan Nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda 1928, hingga Kemerdekaan Republik Indonesia 1945, pemuda selalu menduduki peranan penting. Bahkan, pasca kemerdekaan, pemuda Indonesia masih menjadi elemen penting sebagai pendorong reformasi di negeri ini.
Peristiwa reformasi bangsa Indonesia pada tahun 1998 juga tidak dapat dilepaskan dari peran nasionalisme para pemuda, baik dari kalangan mahasiswa, aktivis, maupun simpatisan-simpatisannya. Nasionalisme inilah yang meruntuhkan rezim Orde Baru yang telah lama berkuasa di Indonesia. Inilah sedikit bukti akan peran nasionalisme pemuda dalam sejarah bangsa Indonesia.
Akan tetapi dewasa ini, peran nasionalisme pemuda sebagai agent of change seolah mulai pudar dan luntur. Jangankan menjadi pendorong reformasi di negara ini, mencari para pemuda yang mengerti akan butir-butir sila dari Pancasila begitu sulit, sebuah survei yang dilakukan oleh salah satu media terhadap pemuda yang mengerti butir-butir Pancasila, hanya menemukan 3 dari sepuluh pemuda. Ini sungguh sebuah kenyataan yang mengiris hati kita. Malah terkadang eksistensi pemuda selalu memperburuk keadaan Indonesia. Survei itu juga menyebutkan, tawuran maupun kekisruhan yang terjadi di Indonesia saat ini, 75% didalangi oleh pemuda-pemuda bangsa.
Ironisnya lagi, saat ini tingkat perhatian para pemuda terhadap bangsa sangatlah rendah, mereka sangat oportunis terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut bangsa Indonesia, dengan lebih mementingkan suku, ras maupun kelompok tertentu. Inilah beberapa bukti bahwa nasionalisme yang dahulu begitu tinggi, sekarang ini kian memudar dari benak para generasi bangsa. Bila demikian, apalagi yang kita harapkan dari generasi yang digadang-gadang dapat memajukan bangsa ini?
Salah satu faktor kian pudarnya nasionalisme pemuda Indonesia diduga akibat pengaruh globalisasi terhadap masyarakat Indonesia. Contoh simpelnya, ketika masyarakat lebih memilih menggunakan produk luar negeri ketimbang produk negeri sendiri meskipun harga belinya jauh lebih mahal. Faktor globalisasi ini semakin ekstrem dengan adanya kebijakan pasar ekonomi pemerintah yang tampaknya berkecenderungan terpengaruh ke neoliberalisme. Hal ini mengancam rasa nasionalisme pemuda bangsa. Hal ini pula yang membuat pemuda kehilangan jati dirinya. Mereka seakan lupa akan identitas dirinya sebagai warga negara Indonesia, karena gaya hidup yang cenderung mengikuti gaya hidup ala Barat yang dianggap sedang menjadi trend.
Bukan hanya itu, dengan adanya paham globalisasi ekonomi, hal ini menciptakan adanya kesenjangan antara yang kaya dan miskin. Akibat adanya persaingan bebas dalam sistem ekonomi, hal tersebut dapat menimbulkan pertentangan antara yang kaya dan miskin yang dapat mengganggu stabilitas kemakmuran bangsa Indonesia. Hal tersebut memang tidak secara langsung menghilangkan nasionalisme pemuda, akan tetapi globalisasi ini, disadari atau tidak, dapat mengikis sedikit demi sedikit rasa nasionalisme pemuda Indonesia.
Akan tetapi, rasa-rasanya hal ini tidak dapat dijadikan acuan akan eksisnya nasionalisme dalam jiwa pemuda bangsa, mengingat sepak bola bukan merupakan satu-satunya tolak ukur bangsa ini. Masalahnya, di luar sepak bola, mereka toh sangat oportunis terhadap permasalahan bangsa. Apalagi, di antara mereka justru bangga menggunakan produk-produk buatan luar negeri.
Oleh karena itu, salah satu solusi untuk meningkatkan nasionalisme para pemuda adalah dengan membangunkan kembali 'ide-ide' nasionalisme baru secara manifestasi melalui berbagai teori dan praktik sehingga mampu menghasilkan sebuah paradigma yang lambat laun menjadi kenyataan yang universal. Dalam membangun ide nasionalisme secara utuh sangat diperlukan adanya pemahaman dan organisasi berbasis gerakan untuk berinteraksi secara sosial dengan masyarakat. Dengan demikian, pada akhirnya akan terjadi interaksi kuat antara organisasi dan massa dalam satu ide, yaitu nasionalisme.
Tentu, segala upaya ini tidak akan ada artinya bila tidak didukung oleh peran pemerintah. Oleh karena itu, interaksi secara kontinyu antara pemerintah dan masyarakat sangat dibutuhkan. Misalnya, interaksi berupa komunikasi dan diskusi-diskusi intensif dalam memandang pengaruh globalisasi di bidang politik, ekonomi, ideologi, maupun sosial budaya bangsa ini.
Barangkali melalui solusi di atas, diharapkan mampu mengembalikan jiwa nasionalisme pemuda Indonesia yang mulai pudar. Yang kiya harapkan tentunya, para pemuda tetap mengenal identitas dirinya sebagai warga negara Indonesia sejati.
28 Oktober ini adalah hari peringatan Sumpah Pemuda.  Di mana dalam puluhan tahun yang lalu para pemuda Indonesia mengikrarkan sumpahnya yang sebagaimana telah kita ketahui bersama. Akan tetapi, berbicara sumpah pemuda hari ini, seakan hanya terjebak pada ritual-seremonial. Sumpah pemuda seakan hanya dikenang sebagai menjadi nyanyian belaka yang mana kandungan maknanya tak dipahami lagi sebagaimana mestinya.
Ironisnya, hal itu tidak hanya berlaku bagi mereka yang berpendidikan rendah, namun juga mereka yang duduk dalam bangku perguruan tinggi. Pemuda yang selama ini di elu-elukan sebagai generasi penerus bangsa, kini keberadaannya mulai di pertanyakan. Hal itu di karenakan memudarnya jiwa nasionalisme dalam diri pemuda saat ini.
Dengan segala realita pemuda saat ini, kita berharap agar kedepan pemuda bisa menjadi penerus generasi bangsa, dengan menunjukkan akhlak baik dan prestasi-prestasi pengisi kekosongan bangsa ini. Pemuda yang saya maksud saya rasa masih ada bahkan bisa bertambah banyak jika akhlak baik tersebut bisa menjadi pencerah dan menjadi ajakan secara sugesti ke dalam hati para pemuda. Jangan mulai dari orang lain namun mulailah dari diri kita sendiri yang berjiwa pemuda dan memiliki niat kuat untuk memajukan bangsa sebagai generasi penerus dengan akhlak baik dan prestasi yang cemerlang. Teruslah belajar dan berusaha para pemuda di bangsa ini, baik yang sekolah , kuliah maupun tidak, jangan malu dan marilah bersama-sama kita membangun bangsa indonesia. Tunjukkan akhlak kita sebagai pemuda bisa memajukan bangsa karena pada hakekatnya pemuda ialah harapan bangsa. (*)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar