Alumni Pasca Sarjana STIEKN
Jayanegara Malang
Malam
lalu sekumpulan warga sengaja begadang semalaman menunggu datangnya serangan
fajar. Serangan fajar yang dimaksudkan bukan serangan fajar ala serangan umum
pada masa perang kemerdekaan dulu, namun serangan yang dimaksudkan adalah
gerakan bagi-bagi duit atau sembako yang dilakukan oleh timses menjelang
pelaksanaan pemungutan suara yang kerap
kali dilakukan dalam pilkades, pilleg hingga pemilukada di negeri ini.
Serangan
fajar tersebut kalau boleh saya ibaratkan seperti hantu. Serangan fajar itu
menakutkan, karena merupakan ancaman bagi terciptanya demokrasi yang
berkualitas. Serangan fajar itu ibarat hantu saja, ada, namun sangat susah untuk
dibuktikan, karena baik pemberi maupun penerima uang sama-sama tidak mau
ketahuan publik. Alhasil, praktik yang
termasuk dalam kategori money politic tersebut terus saja berlangsung.
Dalam
politik, serangan fajar dimaknai sebagai siasat untuk mempengaruhi pemilih
dengan memberikan uang atau material. Praktik politik uang berupa serangan
fajar dilakukan dengan gerilya dari rumah kerumah untuk memberikan material,
bahan pangan atau semacamnya pada waktu fajar di hari pemungutan suara.
Maraknya politik uang (money politic) pertanda pasangan calon tidak percaya
diri untuk memasuki arena pertarungan. Money Politic juga menjadi indikator
bahwa pasangan calon miskin program yang akan ditawarkan kepada masyarakat.
Substansi
serangan fajar tersebut adalah money politic yang sudah membudaya. Bahkan
sangat jarang kasus tersebut mampu dibuktikan dan berakhir sebagai suatu
tindakan pidana pemilu. Memang butuh pengawasan yang ekstra ketat bagi pengawas
pemilu maupun para calon yang lain, karena aksi tersebut konon kabarnya
dilakukan pada minggu tenang pada malam pencoblosan.
Kita
semua tentu tidak sepakat terhadap praktik politik serangan fajar atau money
politik untuk mempengaruhi pemilih. Biasanya, sasaran tembak politik serangan
fajar adalah massa mengambang (ploating mass). Umumnya, mereka adalah pemilih
yang belum berafiliasi ideologis dan emosional dengan partai politik dan atau
tokoh tertentu. Pemilih pemula yang kebanyakan pelajar masih bingung dan tidak
mengerti tentang calon-calon pada saat pemilu karena itu mereka mudah
dipengaruhi oleh beberapa pihak.
Politik
uang yang ternyata masih eksis di negeri ini perlu gerakan moral yang massif
untuk terus menolak praktik kotor tersebut dan perlu penegakan hukum yang lebih
tegas untuk menyidik tersangka meliputi aktor intelektual dan pelaku lapangan
serangan fajar.
Selain
penegakan hukum, maka partisipasi masyarakat menjadi faktor penentu. Masyarakat
selain aktif menyalurkan hak politiknya pada setiap pemilukada, maka
keterlibatannya dalam memberi pengawasan juga lebih penting. Pengawas Pemilu
saat ini hanya beberapa orang, itupun tidak mampu mendeteksi semua pelanggaran
Pemilu yang terjadi dalam bentuk serangan fajar di subuh hari, sekitar beberapa
jam sebelum pencoblosan.
Relasi
suap menyuap akan hadir jika ada yang bersedia menerima suap tersebut.
Begitupula politik uang, tidak mungkin para kandidat tidak melakukan itu jika
tidak ada fakta atas kebiasaan masyarakat menjual suaranya. Pencerahan yang
perlu kita lakukan saat ini adalah jangan menerima uangnya dan juga jangan
memilih kandidat yang ingin membeli suara. Jika hal ini mampu dilakukan maka
kelak budaya politik uang mampu dieleminir di masyarakat kita.
Karena
itu, dengan menyadari betapa buruknya akibat politik kotor bernama money
politics ini, sudah seharusnya kita segenap rakyat bangsa ini untuk merapatkan
barisan agar tidak tertembus serangan money politics ini.
Memang
uang dan bahan kebutuhan pokok yang ditawarkan pelaku money politics itu sangat
membantu masyarakat yang tengah terjepit pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari.
Akan tetapi seyogyanya masyarakat sadar bahwa nasib mereka sedang mereka
pertaruhkan. Jangan hanya karena satu paket sembako, atau selembar uang kertas,
kedaulatan mereka tergadai.
Untuk
itu sekali lagi, pendidikan politik sudah saatnya bisa menyentuh seluruh
lapisan masyarakat. Dengan cara itu masyarakat bisa dicerdaskan, sehingga bisa
membedakan mana pelaku politik yang murni berjuang untuk rakyat dan mana yang
hanya sekadar mencari penghidupan dengan menjadi wakil rakyat atau pemimpin di negeri
ini.
Sebenarnya
pada perhelatan pemilu 2014 mendatang ada secercah harapan, meski hanya kecil
sekali harapan itu. Peserta politik pemilu 2014 mendatang hanya diikuti oleh 12
partai politik, sehingga membangun afiliasi ideologis dan politik sangat terbuka,
baik partai politik berideologi nasionalis, agamis dan atau campuran keduanya.
Dengan alasan-alasan tersebut ruang gerak praktik politik uang atau serangan
fajar mestinya tidak terjadi. Itu artinya, massa mengambang (ploating mass)
semakin sedikit.
Tentu
kondisi tersebut akan semakin mempersempit ruang gerak praktik serangan fajar,
tetapi juga tidak menutup kemungkinan masih akan terjadi dengan kemasan atau
brand yang lain. Nah pada tataran ini kalaupun seseorang mendapatkan serangan
fajar, boleh jadi pemilih akan menerima uang atau bingkisan yang diberikan
sembari tetap mencoblos partai atau pasangan calon yang menjadi pilihannya. Dan
bisa terjadi sebaliknya, seseorang menerima uang atau bingkisan tetapi tidak
mencobolosnya karena bukan pilihannya.
Adanya
hantu ‘Serangan Fajar’, menggiring ingatan kita pada Bawaslu yang keberadaannya
sangat diharapkan perannya untuk menangkal atau setidaknya meminimalisir
praktik money politik. Guna menjalankan tugasnya seharusnya Bawaslu serta
jajarannya di semua tingkatan untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah
daerah, kepolisian dan kejaksaan untuk menangkal segala bentuk money politik
yang mungkin terjadi. Hal itu perlu dilakukan agar Bawaslu sampai ketingkatan
pengawas lapangan nyaman dan aman menjalankan tugasnya.
Politik
uang atau money politic secara normatif telah merusak tatanan dan system
demokrasi yang sudah terbangun serta mencabik hak warga masyarakat sebagai
manusia bebas untuk menentukan pilihannya. Dengan berlandaskan undang-undang
pemilu Nomor 15 Tahun 2012, pelaku money politic terang-terangan telah
melanggar asas pemilu yang Luber dan Jurdil. Bagi mereka yang melakukan money
politic dan terbukti dapat disangkakan dengan pasal tindak pidana pemilu dengan
hukuman penjara.
Politik
uang via serangan fajar termasuk permainan kotor yang harus dihindari dalam
pesta demokrasi, mulai dari Pilkades, Pilkada hingga Pilleg ataupun Pilpres.
Karena itu peran Bawaslu sangat diharapkan untuk mengamputasi praktik politik
uang. Kini struktur Bawaslu yang bersifat tetap dan mandiri sudah sampai kota
provinsi, karena itu cukup kuat untuk mengawasi praktik-praktik politik kotor
yang merusak demokrasi.
Kendati
demikian, masyarakat tetap harus berperan aktif dalam mengawasi kemungkinan
praktik money politik, untuk menciptakan pagelaran demokrasi yang benar-benar
berkualitas, semoga…!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar