Senin, 16 September 2013

Serangan Fajar dan Money Politic

Oleh : DIDIK EDI NURAJI, S.Sos, MM
Alumni Pasca Sarjana STIEKN Jayanegara Malang

Malam lalu sekumpulan warga sengaja begadang semalaman menunggu datangnya serangan fajar. Serangan fajar yang dimaksudkan bukan serangan fajar ala serangan umum pada masa perang kemerdekaan dulu, namun serangan yang dimaksudkan adalah gerakan bagi-bagi duit atau sembako yang dilakukan oleh timses menjelang pelaksanaan pemungutan suara  yang kerap kali dilakukan dalam pilkades, pilleg hingga pemilukada di negeri ini.
Serangan fajar tersebut kalau boleh saya ibaratkan seperti hantu. Serangan fajar itu menakutkan, karena merupakan ancaman bagi terciptanya demokrasi yang berkualitas. Serangan fajar itu ibarat hantu saja, ada, namun sangat susah untuk dibuktikan, karena baik pemberi maupun penerima uang sama-sama tidak mau ketahuan publik.  Alhasil, praktik yang termasuk dalam kategori money politic tersebut terus saja berlangsung.

 
Dalam politik, serangan fajar dimaknai sebagai siasat untuk mempengaruhi pemilih dengan memberikan uang atau material. Praktik politik uang berupa serangan fajar dilakukan dengan gerilya dari rumah kerumah untuk memberikan material, bahan pangan atau semacamnya pada waktu fajar di hari pemungutan suara. Maraknya politik uang (money politic) pertanda pasangan calon tidak percaya diri untuk memasuki arena pertarungan. Money Politic juga menjadi indikator bahwa pasangan calon miskin program yang akan ditawarkan kepada masyarakat.
Substansi serangan fajar tersebut adalah money politic yang sudah membudaya. Bahkan sangat jarang kasus tersebut mampu dibuktikan dan berakhir sebagai suatu tindakan pidana pemilu. Memang butuh pengawasan yang ekstra ketat bagi pengawas pemilu maupun para calon yang lain, karena aksi tersebut konon kabarnya dilakukan pada minggu tenang pada malam pencoblosan.
Kita semua tentu tidak sepakat terhadap praktik politik serangan fajar atau money politik untuk mempengaruhi pemilih. Biasanya, sasaran tembak politik serangan fajar adalah massa mengambang (ploating mass). Umumnya, mereka adalah pemilih yang belum berafiliasi ideologis dan emosional dengan partai politik dan atau tokoh tertentu. Pemilih pemula yang kebanyakan pelajar masih bingung dan tidak mengerti tentang calon-calon pada saat pemilu karena itu mereka mudah dipengaruhi oleh beberapa pihak.
Politik uang yang ternyata masih eksis di negeri ini perlu gerakan moral yang massif untuk terus menolak praktik kotor tersebut dan perlu penegakan hukum yang lebih tegas untuk menyidik tersangka meliputi aktor intelektual dan pelaku lapangan serangan fajar.
Selain penegakan hukum, maka partisipasi masyarakat menjadi faktor penentu. Masyarakat selain aktif menyalurkan hak politiknya pada setiap pemilukada, maka keterlibatannya dalam memberi pengawasan juga lebih penting. Pengawas Pemilu saat ini hanya beberapa orang, itupun tidak mampu mendeteksi semua pelanggaran Pemilu yang terjadi dalam bentuk serangan fajar di subuh hari, sekitar beberapa jam sebelum pencoblosan.
Relasi suap menyuap akan hadir jika ada yang bersedia menerima suap tersebut. Begitupula politik uang, tidak mungkin para kandidat tidak melakukan itu jika tidak ada fakta atas kebiasaan masyarakat menjual suaranya. Pencerahan yang perlu kita lakukan saat ini adalah jangan menerima uangnya dan juga jangan memilih kandidat yang ingin membeli suara. Jika hal ini mampu dilakukan maka kelak budaya politik uang mampu dieleminir di masyarakat kita.
Karena itu, dengan menyadari betapa buruknya akibat politik kotor bernama money politics ini, sudah seharusnya kita segenap rakyat bangsa ini untuk merapatkan barisan agar tidak tertembus serangan money politics ini.
Memang uang dan bahan kebutuhan pokok yang ditawarkan pelaku money politics itu sangat membantu masyarakat yang tengah terjepit pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari. Akan tetapi seyogyanya masyarakat sadar bahwa nasib mereka sedang mereka pertaruhkan. Jangan hanya karena satu paket sembako, atau selembar uang kertas, kedaulatan mereka tergadai.
Untuk itu sekali lagi, pendidikan politik sudah saatnya bisa menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Dengan cara itu masyarakat bisa dicerdaskan, sehingga bisa membedakan mana pelaku politik yang murni berjuang untuk rakyat dan mana yang hanya sekadar mencari penghidupan dengan menjadi wakil rakyat atau pemimpin di negeri ini.
Sebenarnya pada perhelatan pemilu 2014 mendatang ada secercah harapan, meski hanya kecil sekali harapan itu. Peserta politik pemilu 2014 mendatang hanya diikuti oleh 12 partai politik, sehingga membangun afiliasi ideologis dan politik sangat terbuka, baik partai politik berideologi nasionalis, agamis dan atau campuran keduanya. Dengan alasan-alasan tersebut ruang gerak praktik politik uang atau serangan fajar mestinya tidak terjadi. Itu artinya, massa mengambang (ploating mass) semakin sedikit.
Tentu kondisi tersebut akan semakin mempersempit ruang gerak praktik serangan fajar, tetapi juga tidak menutup kemungkinan masih akan terjadi dengan kemasan atau brand yang lain. Nah pada tataran ini kalaupun seseorang mendapatkan serangan fajar, boleh jadi pemilih akan menerima uang atau bingkisan yang diberikan sembari tetap mencoblos partai atau pasangan calon yang menjadi pilihannya. Dan bisa terjadi sebaliknya, seseorang menerima uang atau bingkisan tetapi tidak mencobolosnya karena bukan pilihannya.
Adanya hantu ‘Serangan Fajar’, menggiring ingatan kita pada Bawaslu yang keberadaannya sangat diharapkan perannya untuk menangkal atau setidaknya meminimalisir praktik money politik. Guna menjalankan tugasnya seharusnya Bawaslu serta jajarannya di semua tingkatan untuk melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah, kepolisian dan kejaksaan untuk menangkal segala bentuk money politik yang mungkin terjadi. Hal itu perlu dilakukan agar Bawaslu sampai ketingkatan pengawas lapangan nyaman dan aman menjalankan tugasnya.
Politik uang atau money politic secara normatif telah merusak tatanan dan system demokrasi yang sudah terbangun serta mencabik hak warga masyarakat sebagai manusia bebas untuk menentukan pilihannya. Dengan berlandaskan undang-undang pemilu Nomor 15 Tahun 2012, pelaku money politic terang-terangan telah melanggar asas pemilu yang Luber dan Jurdil. Bagi mereka yang melakukan money politic dan terbukti dapat disangkakan dengan pasal tindak pidana pemilu dengan hukuman penjara.
Politik uang via serangan fajar termasuk permainan kotor yang harus dihindari dalam pesta demokrasi, mulai dari Pilkades, Pilkada hingga Pilleg ataupun Pilpres. Karena itu peran Bawaslu sangat diharapkan untuk mengamputasi praktik politik uang. Kini struktur Bawaslu yang bersifat tetap dan mandiri sudah sampai kota provinsi, karena itu cukup kuat untuk mengawasi praktik-praktik politik kotor yang merusak demokrasi.
Kendati demikian, masyarakat tetap harus berperan aktif dalam mengawasi kemungkinan praktik money politik, untuk menciptakan pagelaran demokrasi yang benar-benar berkualitas, semoga…!



Tidak ada komentar:

Posting Komentar